Sabtu, 23 April 2016

Untaian Keindahan Borneo
(Muhammad Hasan Albanna)


Saat aku bingar dengan keabstrakkan imajinasiku
Ku sampaikan pada merpati tentang kesalku
Aku ingin hijrah…
Laksana merpati dengan kelompoknya.

Semasa hijrahku…
Aku melihat bintang nan cemerlang kala malam
Kekuatan saat gemerlap nan kelam
Ku sandarkanlah imanjinasiku pada bintang di langit.

Semasa hijrahku…
Aku menanti sekian abad,
Untaian paradoks adalah bagian dari ceritaku
Ku ceritakan utaian itu pada merpati dalam bimbangku.

Semasa hijrahku…
Aku sadar, tanah airku kaya akan alam
Aku ingin lebih bebas dari seekor merpati
Tapi inilah aku yang terikat pada imajinasi

Semasa hijraku…
Imajinasi, merpati, dan tanah airku adalah satu
Aku cinta dengannya
Kusampaikan rasa itu pada keindahan Casuarina equisetifolia

Semasa hijrahku…
Aku melihat keindahan itu tidaklah semu
Itu adalah secuil alamku
Alam Indonesia nan lestari.

Note:

Casuarina equisetifolia : Pohon Pinus
Deru, desir, pasir, ombak.
Cinta, kasih, sayang dan keluarga
adalah terik matahari nan bersinar terang.
Insan bersatu pada angin kedamaian
jenuh dan ego semuanya hanyut
lelaki perempuan asik sendiri
menikmati pantai kala urat mencengkam
bosan dan tak percaya pada jiwa yang angkuh
laksana memadamkan api untuk kesejukkan jiwa.
inilah anugrah ciptaan Tuhan yang Agung.
terlupakan menjadi bahagia


ditulis oleh Muhammad Hasan Albanna, Pantai Angsana, Kalimantan Selatan. 24 Agustus 2014
Waktu selalu berjalan dengan tegap tanpa menghiraukan risalah dari manusia itu sendiri. Tapi faktanya, manusia enggan untuk menyadari bahwa tiap detik demi detik umurnya telah digerogoti oleh waktu yang tak kenal oleh kesedihan duniawi yang fana. Sekujur tubuh ini hanyalah titipan agar kita tetap beribadah kepadaNya. Namun, kita sering lupa terkadang kita lebih senang berbicara, berteriak tak makna dan mendengar tak berisi dibanding dengan melakukannya untuk tabungan surgawi. Dan penyesalan pasti datang di akhir cerita.
Ironis memang jika apatis tak hanya diperuntukkan untuk lingkungannya, tapi untuk dirinya sendiri.  Diperintah kadang tak mau, dipaksa juga enggan berbuat. Mata, hati, dan telinga sering tak ada lagi gunanya. Untuk apa kita beragama? Ingatlah kepercayaan adalah hak masing-masing individu yang akan diminta pertanggungjawabannya di akhirat kelak.
Pada episode ini, matahari kian bersinar. Bersinar dengan terik jiwa membara, meninggalkan kisah kelam maupun manis tanpa mempedulikan yang pernah ku perbuat. Biarlah semua itu adalah kenangan. Terkubur bak harta karun yang akan ku gali, suatu saat nanti.
Dua puluh Tahun ku bernapas, aku masih berstatus “Struggle”. Menyusuri semua liku-liku rintangan yang ada adalah kewajiban bagi tiap manusia yang tegar. Ku titipkan anganku pada langit-langit diangkasa agar kelak jika aku terjatuh, aku berada di rembulan yang ditemani oleh bintang-bintang nan indah.
 Aku melihat diriku adalah bagian dari sejarah yang terkukir atas pertolongan Allah SWT, orang tua, saudara, guru, dan kerabat. Terima kasih ya Rabb, terima kasih abah, umi, dan teman-teman. Tak terpungkiri memang, manusia hidup menganut tabularasa, terukuir atas dasar lingkungan kita sendiri.  
Aku percaya jika suatu saat ibu pertiwi tersedu sedan, janjiku adalah mengabdi pada tanah air yang berjasa membesarkanku. Aku ingin menjadi tuan rumah di tanah negeriku tercinta, bukan menghardik ibu pertiwi yang banyak memberikan kita kebahagiaan. Sebab kebaikan manusia bukanlah dinilai dari kebahagiaan dari manusia itu sendiri, tapi dinilai dari kebahagiaan lingkungan sekitar kita untuk selalu memberi tanpa pamrih. Itulah harapanku pada bumi pertiwi tanah air Indonesia.
Senyuman manis yang terpancar pada Sang Raja Siang adalah harapan bagi tiap generasi yang siap berkorban untuk generasi berikutnya. Umur kita tak tahu sampai kapan. Tapi pertanyaannya, sudahkah hidup ini  mampu bermanfaat bagi lingkungan sekitar?
Aku masih jauh dari teladan. Aku butuh bimbangan dari tiap-tiap elemen. Hidup ini adalah sosial. Bukan individu, walau terkadang kita tetap butuh arti dari individualisme. Dan hati yang bersih adalah yang bisa membedakan keduanya itu.
Aku tak sendiri, kini semangat baru adalah suplemen agar aku tak lagi berada di lubang yang dulu pernah kelam. Sumpahku, aku ingin terus mengejar dunawi dan surgawi dengan rasio berimbang. Komitmen yang sulit ku jalani bukan berarti tak bisa. Walau hidup penuh godaan, aku tetap mengizinkan pada sanubari untuk mengingatkanku disaat lupa dan mengarahkanku disaat aku membutuhkannya agar aku terus menjadi manusia yang berguna.

Ditulis Oeh Muhammad Hasan Albanna. Banjarbaru, 17 November 2014.
Pernah suatu hari angin menyampaikan isyarat bahwa hujan kan datang. Tanah yang tandus memintanya untuk menyuburkan benih dalam kenistaan. Tak disangka hujan benar-benar turun. Bunga bermekaran dengan semerbak keharuman. Seperti jiwa yang kedamaiannya ada padamu. Dengan senyum kebahagiaan dan harapan ~M.H.Albanna
Aku percaya, pasangan dalam artian (jodoh) adalah bukan mencari kekasih dengan kasta yang tinggi, harta yang mapan, pun fisik yang sempurna. Ternyata apapun yang diharapkan pasti ada kurangnya. Namun, kabar baiknya cinta yang hakiki adalah kenyamanan yang seutuhnya ada disampingnya, dipelukannya, dan digenggamannya. Karena naluri cinta adalah untuk saling melengkapi. Selebihnya menuntunmu untuk masuk kegolongan yang bertaqwa ~M.H.Albanna
Ternyata tidak selamanya rindu itu indah. Terkadang saat kita dipertemukan, rindu itu berubah jadi nervous. dan nervous itu membuatnya menjadi kaku. Dan kaku itu yang membuatnya menjadi canggung. Namun, rindu yang teramat dalam pernah datang saat pulau memisahkan kita. Dan kita pernah punya harapan yang sama: bertemu ~M.H.Albanna
Orang yang ingin sukses berkarya dan berprestasi adalah orang yang dalam hidupnya menjadi dirinya sendiri hingga tercapai semua impiannya, bukan membandingkan dirinya dengan orang lain yang lebih sukses. Ini berlaku bagi seseorang yang ingin sukses mengejar dunia. Kecuali bagi orang yang mengejar keimanan untuk sukses dunia akhirat, ia boleh membandingkan dengan orang yang lebih beriman darinya ~M.H.Albanna